Panjinusantara, Surabaya – Puluhan massa dengan membawa puluhan poster menggelar demonstrasi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, menentang vonis bebas yang dijatuhkan oleh majelis hakim Erintuah Damanik, terhadap Gregorius Ronald Tannur, Senin (29/7/2024).
Keputusan tersebut menuai kecaman dari berbagai elemen masyarakat, yang menyatakan bahwa putusan ini mencerminkan ketidakmampuan sistem peradilan memberikan keadilan, terutama dalam kasus kekerasan terhadap perempuan.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI-LBH) Surabaya, bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS), Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (TABUR PARI), LBH FSPMI Jatim, LBH FSP KEP Gresik & SKOBAR, dan BBH DAMAR, akan mengawal perkembangan kasus ini dengan berbagai langkah, Senin (29/7/2024).
Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengawal proses pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Demonstrasi berlangsung panas ketika massa tidak ditemui oleh pimpinan Pengadilan Negeri Surabaya. Sementara itu ada kabar bahwa Ketua Pengadilan Negeri Surabaya sedang rapat dengan pejabat Pengadilan Tinggi.
Mereka melakukan aksi tabur bunga dan berorasi, namun dihalang-halangi oleh sekuriti. Hal ini menyebabkan aksi dorong-dorongan antara sekuriti dan massa, yang berujung pada robeknya salah satu karangan bunga.
Meskipun demikian, akhirnya massa berhasil membawa karangan bunga lainnya, untuk dibawa masuk ke dalam gedung pengadilan dan melakukan aksi duduk sila di ruang pelayanan.
“Kami sudah meminta Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, untuk mengonfirmasi putusan terhadap Gregorius Ronald Tannur, yang telah membunuh Dini Sera Afrianti,” ucapnya.
“Kami hanya diberi janji akan ditemui, namun sudah tiga kali gagal. Jika kami dianggap mengganggu, biarkan kami bersih-bersih mafia hukum,” tegasnya.
“Kami siap bertanggungjawab untuk satu hari demi memperjuangkan keadilan,” kata salah seorang massa.
Suparno, mantan Humas Pengadilan Negeri Surabaya, tampak marah saat menemui massa dan menjelaskan berkali-kali bahwa Ketua Pengadilan tidak ada di tempat.
Tak lama kemudian, humas lainnya, Alex Madani, datang. Saat ini, pihak massa dan Pengadilan Negeri sedang melakukan mediasi.
Alex menegaskan, bahwa pihaknya belum bisa memberikan klarifikasi apapun terkait putusan tersebut, karena belum ada sikap atau tindakan dari Badan Pengawas Mahkamah Agung maupun dari Komisi Yudisial.
Ia juga menyebut bahwa aktivitas hakim di Pengadilan Negeri Surabaya masih berjalan normal seperti biasa, dan menyatakan belum ada sanksi atau teguran terhadap majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur.
Masih Humas Pengadilan Negeri Surabaya, Alex Adam, menyatakan bahwa untuk menonaktifkan hakim ada sederet prosedur yang harus dilalui.
Baca Juga : https://panjinusantara.com/2024/07/27/bupati-gresik-resmikan-tpst-bawean-di-desa-diponggo/
Prosedur itu, lanjut Alex, mulai dari laporan, klarifikasi, hingga pemeriksaan. Sesudah itu baru bisa disimpulkan apakah ketiga hakim tersebut melanggar etik atau tidak.
“Untuk menonaktifkan harus dinyatakan melanggar dulu. Melanggar itu juga harus ada pemeriksaan dulu, ada yang harus diklarifikasi dan harus ada yang melakukan pemeriksaan,” ucapnya.
Pemeriksaan yang dimaksud Alex, dilakukan oleh Badan Pengawas di Mahkah Agung (MA) atau Komisi Yudisial (KY). Nantinya, kedua lembaga itu akan bermusyawarah untuk mengambil sikap dari hasil pemeriksaan.
“Karena hasil dari pemeriksaan tersebut akan dimusyawarahkan dan akan dibicarakan,” lanjutnya.
Baca Juga : https://panjinusantara.com/2024/07/26/hari-besar-islam-phbi-1446-hijriah-pengajian-umum-bersama-gus-miftah/
Humas Alex, menyebut bahwa ada proses yang bisa ditempuh oleh pihak korban melalui jaksa untuk menempuh jalur kasasi, bila tidak puas dengan hasil putusan hakim.
“Mengenai gejolak-gejolak ini, ini kan ada ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan ini. Bagaiamana putusan ini bisa dievaluasi atau nanti dikoreksi,” paparnya.
“Ya, kami hanya menyarankan agar korban diwakili JPU untuk menempuh upaya hukum dalam hal ini kasasi,” sebutnya.
Sementara itu pihak dari keluarga korban diwakili langsung oleh Ujang (Ayah korban), bersama Alfika (adik almarhumah), didampingi kuasa hukum mereka, Dimas Yemahura. Bahkan keluarga korban ini ditemani oleh anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka.
Kuasa hukum keluarga Dini, Dimas Yemahura, mengatakan bahwa langkah ini merupakan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Mereka melakukan upaya ini untuk mencari keadilan bagi pihak kelurga korban.(Har)
Ikuti Berita Online Terupdate: https://panjinusantara.com