Panjinusantara.com Surabaya || Sidang perkara dugaan tanda tangan palsu didalam surat kuasa, yang telah dilakukan oleh terdakwa Notaris Feni Talim, diduga atas persetujuan terdakwa Notaris Edhi Susanto untuk ke kantor BPN merubah logo sertipikat dan mengukur ulang.
Sidang digelar diruang Garuda 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, menghadirkan kedua terdakwa Edhi Susanto dan Feni Talim yang dalam keadan sehat selama mengikuti persidangan sejak awal, serta tidak dilakukan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Ketua Majelis Hakim Soeparno.
Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi A de Charge dan keterangan pendapat dari Ahli, dihadirkan Penasehat Hukum Pieter Talaway, ternyata kedua saksi tersebut, berhalangan hadir dipersidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Suparno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ketua Majelis Hakim Soeparno Memberi Kesempatan sekali lagi pada Penasehat Hukum Pieter Talaway untuk menghadirkan kembali Kedua saksi pada tanggal 25 Agustus 2022.
“Apabila saksi tidak hadir lagi dalam persidangan, maka agenda sidang akan dilanjutkan dengan pemerikasan kedua terdakwa,”kata Hakim Suparno di PN Surabaya.
Sebelum menutup persidangan kedua terdakwa pasutri Edhi Susanto dan Feni Talim, didudukan di kursi pesakitan oleh Ketua Majelis Hakim Soeparno, tanpa mengunakan rompi tahanan.karena tidak dilakukan penahanan.
Untuk diketahui, Didalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmad Hari Basuki dari Kejati Jatim , kedua terdakwa diduga telah melakukan atau mengunakan surat kuasa palsu ke kantor BPN untuk mengganti logo sampul sertipikat dan mengukur ulang tanpa sepengetahuan pemilik sertipikat.
“Itawati Sidharta selaku pemilik 3 sertipikat tersebut tidak pernah menyuruh, membuat dan menandatangani surat kuasa tersebut ke Notaris untuk melakukan pengurusan di kantor BPN, dikarenakan tidak pernah ketemu dan tidak kenal,” imbuhnya.
Akibat perbuatan kedua terdakwa selaku Notaris Edhi susanto dan Feni Talim dengan memalsukan tanda tangan Itawati kedalam surat kuasa, Itawati merasa dirugikan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 6 Tahun Penjara. @kris