Terdakwa Salim Fahri Abubakar disangka melakukan peredaran obat Dis-Ereksi tanpa izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Surabaya – Pemilik UD. Asia di Jalan. Sasak No. 36 Ampel Kecamatan Semampir Kota Surabaya, yakni, Salim Fahri Abubakar, di hadapkan ke meja hijau atas sangkaan peredaran obat Dis-Ereksi tanpa izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Dengan Klasifikasi Perkara Kesehatan
Nomor Perkara 2147/Pid.Sus/2025/PN Sby, dengan Terdakwa Salim Abubakar, yang didampingi penasehat hukumnya Galuh Dwi Purnama Putra,S.H.,M.H.

Sidang yang di ketuai Majelis Hakim S. Pujiono, S.H., M.Hum dan didalam persidangan Penuntut Umum dari Kejaksaaan Negeri Surabaya, Siska Christina, S.H., M.H dan Indira Koesuma Wardhani, SH., menghadirkan, Vannina Agustyani, S.Farm, APT, M.Farm., dari BPOM, guna dimintai keterangan sebagai Ahli. Senin (24/11/2025).
Dalam keterangannya, Vannina, mengatakan, penilaian BPOM jamu yang dijual terdakwa tidak memiliki izin edar dan tak memiliki manfaat.
“Jamu tradisional tersebut, ada kandungan kimia, narkotika tidak boleh. Izin edar standar merupakan, kriteria karena tidak memenuhi keamanan dan tertuang di PP nomor 28, BPOM nomor 28,” ucapnya.
Baca Juga: Media Metro Soerya Rayakan HUT ke-15 dengan Santunan Anak Yatim dan Kaum Dhuafa di Surabaya
Lebih lanjut, Vannina, menyampaikan, terkait sanksi yang ditentukan yakni, kalau sanski-nya administrasi atau ada tingkatan berupa, peringatan kalau di langgar halnya sama maka bisa ke sanksi Yudisia atau karena peredaran dengan jumlah yang banyak.
“Sanksi-nya administrasi bisa meningkat ke Yudisia bukan hanya di administrasi saja dan ini, bisa di lihat pada Undang-Undang Cipta Kerja,” tegasnya.
Adapun, larangan peredaran obat atau jamu tradisional yakni, mengandung bahan kimia atau obat hasil isolasi sintetik atau guna pengobatan dengan dosis tertentu harus menggunakan resep dokter maka tidak boleh pada jamu tradisional.
Galuh Dwi Purnama Putra, S.H., M.H. Penasehat Hukum Terdakwa, menyinggung keterangan Ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yaitu, bahwa peraturan obat tradisional dilarang ada kandungan kimia. Hal ini, diamini oleh, Ahli Vannina.
Dalam BAP yang lain, Penasehat Hukum juga singgung terkait, pelaku usaha dilarang membuat dan impor jika kandungan obat hasil isolasi.
Vannina dalam tanggapan, terkait dengan Permenkes Ahli menjelaskan, Sidenafil adalah obat untuk Dis-Ereksi dan dosisnya kecil sekali. Sedangkan, kontradiksi nya, berefek pada gangguan jantung bahkan kematian.
Baca Juga: Dirjenpas Tinjau Progres Pembangunan Rutan Kelas I Surabaya, Pastikan Proyek Sesuai Target
Perihal, keterangan Ahli dalam BAP yakni, dampak penggunaan obat yang tidak ada izin edar adalah sangat berbahaya, parameternya seperti apa ?.
Ahli Vannina pun, menjelaskan pasti berbahaya karena obat harus di resepkan dan ada dosisnya.
Galuh Dwi Purnama Putra Penasehat Hukum terdakwa juga, meminta penjelasan Ahli bahwa hasil laboratorium di BPOM obat yang dimaksud bahan kimianya hanya satu.
Ahli Vannina, menerangkan, bahwa di Undang Undang Kesehatan yang dilarang adalah produk yang tidak memenuhi keamanan dan bisa dilihat dari tidak ada izin edar.
Vannina juga menyampaikan, jika pelaku usaha melanggar sekali kemudian meningkat ke Yudisia tidak lagi sanksi administrasi karena bahan dalam jumlah banyak.
Ahli menambahkan, pelaku usaha yang meneruskan dari orang tuanya namun, dari trend report peringatan berlanjut meski diteruskan oleh, terdakwa sebagai anaknya.
Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU, disebutkan, terdakwa mengelola toko yang bergerak dalam bidang jual beli kosmetik, tasbih, oleh-oleh haji, obat bahan alam, obat tradisional.
Baca Juga: Mohammad Eko Warga Tambak Wedi jadi Pesakitan, Gegara Curi Motor
Beberapa merk obat atau jamu yang dijual terdakwa diantaranya, madu lebah, madu ratu lebah, kadal mesir, jamu kuda larat, jamu hajar jahanam, jamu urat kuda, Vaseline, jamu pak kumis, jamu ramuan onta arab.
Masih dalam dakwaan, pada tanggal 11 September 2024, petugas Balai Besar POM di Surabaya, bersama Korwas PPNS Polda Jatim, melakukan pemeriksaan di toko UD.Asia milik terdakwa.
Dari pemeriksaan penyidik Balai Besar POM Surabaya, mengirimkan, obat sediaan farmasi yakni, obat Hajar Jahanam Jamu Kuat, Produsen PJ.Zaut, Banyuwangi, Kemasan Botol guna dilakukan uji laboratorium.
Alhasil, uji laboratorium, di Laboratorium Forensik Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya, menyimpulkan, ditemukan kandungan bahan kimia Sidenafil, atau sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
Penasehat hukum terdakwa Salim Fahri Abubakar dalam agenda saksi meringankan, minta penundaan sidang Minggu depan dan Majelis Hakim Pujiono, memberi kesempatan penundaan sidang terhadap terdakwa.
“Karena saksi meringankan tidak ada di persidangan, maka saya beri kesempatan terakhir,” ucap Pujiono.
Di perkara tersebut, terdakwa disangka melakukan peredaran obat Dis-Ereksi tanpa izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). (Har)
Ikuti Saluran Media Panjinusantara di aplikasi WhatsApp, Instagram, Tiktok, Facebook, Channel Youtube (Silahkan klik tulisan nama aplikasi)






