Surabaya, Panjinusantara.com – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, menggelar sidang klasifikasi perkara lain-Lain dengan Nomor Perkara 265/Pid.Sus/2025/PN Sby, dengan terdakwa Ahmad Sopian (34) pada Senin (24/2/2025). Sidang yang berlangsung di ruang Cakra PN Surabaya ini beragendakan keterangan saksi.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lujeng Andayani, S.H., dan Rakhmawati Utami, S.H., M.H., dari Kejaksaan Tinggi Surabaya, menghadirkan empat saksi dari Bank Jatim. Keempatnya diperiksa keterangannya bersamaan.

Modus Kejahatan
Menurut keterangan dari ke empat saksi, bahwa terdakwa Ahmad Sopian, pada Sabtu tanggal 22 Juni 2024, sekira pukul 12.22 WIB sampai dengan 15.38 WIB, bertempat di PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. Tbk Jalan Basuki Rahmad No.98-104 Surabaya, terdakwa terlibat dalam transaksi mencurigakan melalui sistem BI-FAST di Bank Jatim.
terdakwa Ahmad Sopian, diketahui membuka rekening atas namanya sendiri, namun rekening tersebut dikendalikan oleh dua orang lainnya yang kini masih buron, yakni Reza (DPO) dan Marcel (DPO).
“Rekening tersebut digunakan untuk menerima dan mengalirkan dana hasil kejahatan dengan jumlah transaksi yang tidak wajar. Perihal pembuatan rekening Bank Sinar mas, berupa Tabungan Simas Digi Savings dengan nomor rekening 0058592072 secara online dengan download aplikasi SimobiPlus,” jelas saksi.
Dari dasar data portal Bank Indonesia ditemukan transaksi anomali (tidak wajar) pada tanggal 22 Juni 2024 sekitar pukul 12.22 WIB s/d 15.38 WIB di PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur sebanyak 483 kali transaksi dengan total nominal sejumlah Rp 119.957.741.943,- yang dikirim melalui Mobile Banking (BI-FAST) dari rekening Bank Jatim Nomor 0153330000 atas nama Titis Ajizah Oktaviana, sebanyak 482 kali transaksi dan rekening Bank Jatim Nomor 0552128443 atas nama Ratna Sofwa Azizah, sebanyak 1 kali transaksi.
Baca Juga : Majelis Hakim Vonis Terdakwa Jeremy Gunadi 3 Tahun Penjara
Juga ditemukan transaksi keluar dari rekening Bank Jatim tersebut ke Bank lain sebanyak 12 rekening Bank milik orang yang berbeda antara lain: Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, Bank Sinarmas, Bank BRI dan Bank Danamon yang ditransfer berkali-kali, yang mana salah satunya ditransfer ke terdakwa dengan nomor rekening 0058592072 atas nama Ahmad Sopian (terdakwa) pada Bank Sinarmas terdapat 9 kali transaksi dengan jumlah senilai Rp. 2.249.995.689,- .
Masih keterangan saksi, menjelaskan bahwa terdakwa diduga sengaja mentransfer, mengalihkan, dan membelanjakan aliran dana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Dana senilai Rp2.249.995.689,- yang diterima oleh terdakwa kemudian ditransfer ke beberapa rekening lain dalam kurun waktu yang berdekatan pada 22 Juni 2024.
Berikut rincian transfer yang dilakukan terdakwa:
– Rekening Bank BRI nomor 145398201201061506 dengan 14 kali transaksi.
– Rekening Bank BRI nomor 145398201504001011 dengan 21 kali transaksi.
– Rekening Bank BRI nomor 145398201605000141 dengan 34 kali transaksi.
– Rekening Bank BRI nomor 145398201901000137 dengan 7 kali transaksi.
Setelah mentransfer dana ke berbagai rekening tersebut, kemudian uang tersebut oleh terdakwa dibelanjakan ke Aset Crypto dan dikirim kembali ke Aset Crypto Binance atas nama Ahmad Sopian (terdakwa).
Bahwa pada tanggal 22 Juni 2024, PC dengan alamat IP tersebut dalam posisi tidak dimatikan dan tanpa adanya pengawasan untuk waktu lama sehingga menimbulkan transaksi anomaly (tidak wajar) pada BI-Fast Bank Jatim dengan menggunakan script di Server CI – CONN yang baru diketahui pada hari Senin tanggal 24 Juni 2024.
Akibat perbuatan para terdakwa, PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, mengalami kerugian senilai Rp.119.957.741.943,- .
Baca Juga : Tiga Anggota Gangster Allstar Diamankan Patroli Perintis Presisi Polres Pelabuhan Tanjung Perak
Kerugian Bank Jatim Akibat transaksi ilegal ini, Bank Jatim mengalami kerugian besar. Otoritas perbankan mencurigai adanya celah dalam sistem BI-FAST yang dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan transaksi dengan frekuensi tinggi dalam waktu singkat.
Bantahan dan Bukti Jaksa
Di hadapan majelis hakim, terdakwa Ahmad Sopian, membantah mengetahui bahwa rekening yang dibukanya digunakan untuk aktivitas pencucian uang.
“Saya hanya diminta tolong membuka rekening dan tidak tahu kalau uang yang masuk itu dari hasil kejahatan,” ujar terdakwa di hadapan majelis hakim.
Namun, JPU menegaskan bahwa berdasarkan dari bukti komunikasi digital yang disita, terdakwa diduga mengetahui dan turut serta dalam skema pencucian uang ini.
“Ada bukti percakapan yang menunjukkan terdakwa sadar bahwa transaksi ini bukan transaksi biasa,” kata JPU.
Ancaman Hukuman
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan jumlah transaksi yang sangat besar dan penggunaan teknologi keuangan modern seperti aset kripto untuk menyamarkan aliran dana.
Berdasarkan dakwaan, terdakwa Ahmad Sopian, diduga terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp119,9 Miliar. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara serta denda hingga Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terdakwa dijerat dengan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan dakwaan subsider Pasal 5 ayat (1) UU yang sama.
Selain itu, perbuatan terdakwa juga diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1)UU.RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan juga diancam pidana dalam Pasal 82 UU.RI No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Har)
Ikuti Saluran Media Panjinusantara di aplikasi WhatsApp, Instagram, Channel Youtube ( Silahkan klik tulisan nama aplikasi )