Surabaya, Panjinusantara.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, menuntut terdakwa Liliana Herawati dengan hukuman 4,5 tahun penjara, pada kasus memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik.
Gregorius selaku pengacara Liliana, dalam pembelaannya menilai bahwa jaksa telah merumuskan surat tuntutan tanpa merujuk fakta persidangan, melainkan hanya merujuk pada BAP yang dibuat polisi.
“Semua fakta persidangan membuktikan bahwa tidak ada satupun Kaicho Liliana bersalah. Akta otentik nomer 8 itu betul, bahwa dia tidak pernah mengundurkan diri,” kata Gregorius usai sidang pembelaan, Selasa (25/7/2023).
Pasalnya sambung Gregorius, penuntut umum telah mengesampingkan fakta persidangan yang sesungguhnya.
“Semangat penuntut umum adalah menghukum Liliana Herawati. Laporan pidana di Mabes itu tanggal 17, sedangkan si terdakwa baru terima salinan akta itu baru ditanggal 18,” sambungnya.
Sementara itu, Kaicho Liliana Herawati dalam nota pembelaan yang dia bacakan secara pribadi,
mengajak publik agar menilai 8 fakta persidangan yang dimunculkan oleh penuntut umum, yaitu ;
1. Tentang Pembuatan AKTA No. 8 Tahun 2022.
“Maksud pembuatan surat pernyataan dalam Akta No. 8/Juni 2022 adalah supaya setiap warga senior Perguruan yakin bahwa saya memang tidak pernah membuat pernyataan pengunduran diri sebagai anggota Pendiri Perkumpulan. Apalagi perubahan nama Perkumpulan Pembinaan mental karate Kyokushinkai belum dilakukan oleh pengurus perkumpulan, bahkan sampai saat ini,” ucapnya.
2. Tentang Pemakaian Akta No. 8 Tahun 2022 sebagai dasar laporan pidana di Mabes Polri pada tanggal 17 Juni 2022. Diungkapkan Liliana, bagaimana mungkin dia menggunakan Akta No 8 dan dia baru terima di tanggal 18 Juni 2022.
“Hal tersebut tidak benar, karena saya baru mendapat turunan Akta No 8 tersebut dari Notaris DR Andi Prayitno, pada tanggal 18 Juni malam. Selain itu, dalam daftar bukti yang diajukan Advokat Eko Tejo, SH tidak terdapat bukti Akta No 8 Tahun 2022 sebagai dasar membuat Laporan Pidana”, paparnya.
“Saya atau orang lain, siapapun tidak pernah menggunakannya sebagai dasar laporan pidana menurut dakwaan JPU. Tidak ada satu saksi pun yang membuktikan sebaliknya. Saya sungguh-sungguh tidak pernah menggunakannya sebagai dasar laporan pidana di Mabes,” ungkapnya.
3. Tentang Kerugian Rp. 263 juta. Liliana bertanya-tanya bagaimana mungkin untuk suatu perkara dalam tahapan penyelidikan, dan Erick Sastrodikoro baru datang satu kali ke ke Mabes Polri sudah menghabiskan uang sebesar Rp. 263 juta ?.
“Ternyata dalam fakta persidangan saksi Chandra Srijaya, mengakui terdapat 26 flight kelas bisnis Surabaya – Jakarta – Surabaya atas nama Chandra Srijaya. Saksi Chandra Srijaya, dalam persidangan juga mengakui bahwa biaya tersebut sudah termasuk pengeluaran sebelum adanya panggilan resmi dari Mabes Polri,” ujarnya.
4. Tentang dakwaan JPU, terkait diam-diam mendirikan Yayasan pada tahun 2019. Liliana menyebut hanya bagian dari rekayasa jahat, mendukung kejahatan yang dilakukan oleh saksi pelapor Erick Sastrodikoro dkk.
“Erick Sastrodikoro dan Chandra Srijaya itu, senior dan pejabat Perguruan yang tidak mungkin tidak tahu adanya pendirian Yayasan pada tahun 2012. Terbukti di persidangan bahwa Yayasan berdiri lebih dahulu, dari pada Perkumpulan dengan akta pendirian Yayasan No 51 tanggal 26 April 2012,” sebutnya.
5. Tentang Notulen Rapat 7 November 2019. Ditegaskan Liliana, dalam persidangan bahwa rapat tersebut awalnya adalah rapat Perguruan, bukan rapat Perguruan dan Perkumpulan. Menurut Liliana, jika rapat tersebut dianggap adalah rapat Perkumpulan, maka ke saksi Andi Prayitno, Rudi Hartono, Rudy Mulyo, Alex Suantoro, Surya Kentjana dan Vincent Handoko, tidak akan pernah hadir karena mereka bukan anggota Perkumpulan tetapi anggota Perguruan.
“Warga Perguruan meyakini bahwa notulen rapat tersebut ditulis Erick, dengan maksud-maksud tersembunyi, dalam rangka mengeluarkan saya
dari Pendiri Perkumpulan sehingga Erick Sastrodikoro dkk, dapat leluasa menggunakan Perkumpulan yang masih menggunakan nama Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai sesuai dengan keinginan mereka,” tegasnya.
Dalam nota pembelaan pribadi, Liliana kembali mempertanyakan inti dari Notulen Rapat, pada tanggal 7 November 2019, tentang :
– Chandra Srijaya, mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat,
– Nama Perkumpulan dirubah dengan meniadakan nama Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai,
– Kemudian Kaicho Liliana Herawati, keluar dari perkumpulan.
“Apakah nama Pembinaan mental karate kyokushinkai, sudah dihapus dari nama Perkumpulan sebagai syarat utama sehingga kemudian saya keluar sebagai Pendiri Perkumpulan ? “.
“Sampai hari ini belum, dan karena itulah saya tidak akan pernah mengundurkan diri dari Perkumpulan PMK Kyokushinkai. Karena Perkumpulan tersebut milik Perguruan yang harus saya pertanggungjawabkan kepada seluruh warga Perguruan,” tanya Kaicho Liliana Herawati.
6. Tentang Percakapan WhatsApp (WA) tanggal 11 November 2019. Liliana memastikan bahwa isi WA dia kepada Erick Sastrodikoro jelas dan tegas, bahwa nama Pembinaan Mental karate Kyokushinkai harus dikeluarkan dulu dari nama Perkumpulan, kemudian atau setelah itu dia mengundurkan diri.
“Pengunduran diri saya tentu harus sesuai dengan AD/ART Perguruan, bukan berdasarkan pembicaraan antara Chandra Srijaya dengan saya di telepon, seperti pengakuan Erick Sastrodikoro dalam persidangan atau berdasarkan WA atau Notulen yang tidak terbukti dan tidak satupun saksi yang mengatakan adanya pengunduran diri saya sebagai Pendiri Perkumpulan PMK Kyokushinkai. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada pernyataan pengunduran diri saya dari perkumpulan,” tandasnya.
7. Tentang dugaan kesaksian palsu Erick Sastrodikoro, Hadi Susilo, dan Kennedy Kawulusan, yang mengaku pernah datang ke Rumah Liliana di Batu-Malang pada Pebruari tahun 2020.
“Menurut hemat saya, sesungguhnya patut diduga, mereka takut menyebutkan tanggalnya, karena suami saya akan membuka rekaman CCTV sejak tanggal 1 Pebruari – 28 Pebruari 2020. Hal ini merupakan rekayasa yang memalukan,” paparnya.
8. Tentang adanya Uang Arisan sebesar Rp. 7,9 miliar, yang menyebabkan Liliana tidak jadi mundur dari Perkumpulan. Dipaparkan Liliana, sesungguhnya, pada saat Rakernas tanggal 11 Desember 2021 di Batu-Malang, semua bidang dalam Perguruan harus membuat dan memberikan laporan tahunan. Tetapi dengan berbagai alasan, saksi Erick Sastrodikoro tidak membuat laporan.
“Saya dan para senior perguruan (saksi Rudy hartono, dan Saksi Surya Kencana Sucipto) sebenarnya sudah tahu jika saldo rekening Uang Arisan di Bank BCA pada tanggal 30 maupun 31 September 2021 hanya tersisa Rp. 22 juta lebih. Namun saksi Erick Sastrodikoro, berdalih bahwa Uang Arisan tersebut ada di bank lain. Sedangkan peserta arisan dan semua senior Perguruan tidak pernah tahu adanya nomor rekening lain selain BCA untuk urusan arisan,” paparnya.
Sisi lain, Liliana Herawati mengugkapkan, sebagai seorang ibu rumah tangga dia tidak pernah menyangka jika suatu hari akan duduk di kursi terdakwa ini. Demi membela harkat dan martabat serta nama baik Perguruan Karate Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai.
“Saya bukan siapa-siapa dan tidak punya siapa-siapa selain ribuan warga Perguruan yang karena jiwa Bushido, kami sama-sama berada di bawah naungan nama besar Hansi Nardi T. Nirwanto, yang saling menghormati, menghargai dan mengasihi tanpa memandang suku, agama dan ras,” ungkap Liliana dengan mata sembab.
Liliana juga tidak pernah menduga kalau keinginannya untuk bertanggungjawab kepada warga Perguruan PMK Kyokushinkai, dengan membuat surat pernyataan notariil yang menyatakan bahwa sebenarnya dia tidak pernah mengundurkan diri, baik sebagai Pendiri maupun sebagai anggota Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai.
Karena adanya Akta No 16 Tahun 2020, yang dibuat sembunyi-sembunyi oleh pengurus Perkumpulan menjadikan dirinya sebagai tersangka, hingga menjadi terdakwa dan dituntut dengan pidana selama 4,5 tahun penjara.
“Sebagai Ahli Waris Hansi Nardi T Nirwanto, Perguruan, Yayasan dan Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai itu milik saya. Kerja jahat oknum-oknum yang bersekutu di kasus ini sungguh luar biasa. Dengan rendah hati dihadapan Yang Mulia Majelis, jika saya memang salah maka sepatutnya saya dihukum, toh sudah berapa bulan ini saya jalani penahanan walau anak-anak saya berteriak mencari saya. Apa sesungguhnya salah saya,” sambungnya.
Berkaitan dengan pihak pelapor serta para saksi yang mendukung upaya pemenjaraan terhadap dirinya. Liliana hanya menyebut bahwa diatas langit masih ada langit, Tuhan akan menunjukan KuasaNYA atas orang-orang yang telah bersekutu menzolimi dirinya.
“Mereka adalah orang-orang yang saya kenal dan mereka juga mengenali saya. Namun, sekarang mereka menjadi orang-orang yang dengan segala cara menghendaki agar saya dipenjara. Dengan lengkingan sumpah menurut agama atau kepercayaannya masing-masing mereka yakin saya bersalah,” sebutnya.
Diakhir pembelaannya, Liliana berharap semoga tuntutan 4,5 tahun penjara tersebut lahir dari profesionalitas dan kredibilitas Jaksa Penuntut Umum.
“Air mata sudah hampir habis, mendengar tuntutan tersebut saya dengan sedikit doa, semoga semua pihak yang telah bersumpah palsu dan memberi keterangan palsu serta oknum-oknum yang terlibat mendapat pengampunan dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa”, paparnya.
“Saya mempercayakan putusan perkara ini kepada Yang Mulia Majelis Hakim. Penjarakan saya jika bapak majelis hakim meyakini saya bersalah. Namun jika sebaliknya yang terjadi, ijinkan saya meninggalkan tahanan dan kembali dalam pelukan anak-anak saya di pondok tempat tinggal kami di Batu Malang,” pungkas Kaicho Liliana Herawati, berkaca-kaca membacakan nota pembelaan pribadinya.@Roh