Surabaya – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan perkara kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp200 juta, dengan terdakwa Zaenab Ernawati.
Perkara ini tercatat dalam register Nomor 1245/Pid.B/2025/PN Sby dan dipimpin oleh Majelis Hakim Antyo Harry Susetyo, S.H., M.H., Kamis (17/7/2025) di ruang Garuda 2 PN Surabaya.
Sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati, S.H., M.H., dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, menghadirkan tiga saksi yakni, H. Udin (pemilik tanah), Njoo Tjipto Tjandra alias Joyo (makelar), dan mantan Lurah Kalijudan, Yongki Kusprianto Wibowo.
Melihat kondisi saksi H. Udin yang sudah rentah, didahulukan untuk memberikan keterangan dipersidangan.
Saksi H. Udin: “Saya Tak Pernah Terima DP dari Terdakwa”
Dalam keterangannya, Saksi H. Udin, membantah pernah menerima uang sebesar Rp200 juta dari terdakwa Zaenab Ernawati, apalagi menunjuknya untuk menawarkan penjualan tanah.
“Dia sendiri yang datang ke saya (H. Udin). Saya tidak ada, pernah hutang Rp200 juta ke Terdakwa, dan tidak pernah menerima DP tanah di Kalijudan. Tidak mengakui bahwa terima uang dari Nagasaki, tetapi uang tersebut sempat diterima melalui menantunya, Devy Andriyani,” terangnya.
Saksi H. Udin mengakui uang dari Nagasaki tersebut habis untuk biaya anaknya kuliah. “Ya dana tersebut telah digunakan untuk biaya kuliah anaknya di Australia”, ujarnya.
Setelah majelis hakim Antyo Harry Susetyo bertanya?. “Uangnya masih ada. Kalau ada, kenapa gak dikembalikan,” tanya majelis hakim.
“Niat untuk mengembalikan ada, tapi bagaimana dengan nasib saya yang sudah dipenjara,” ujar Udin, yang sebelumnya telah divonis 9 bulan penjara atas perkara yang sama.
Saksi Joyo: Terima Fee Rp10 Juta, Sebut Rp200 Juta Sebagai ‘Pengikat Harga’
Sementara itu, saksi Joyo, mengaku hanya sebagai makelar yang membantu menjualkan tanah atas informasi dari seseorang bernama Hari Boneng.
Ia menyebut uang muka sebesar Rp.200 juta diberikan oleh Zaenab sebagai bentuk “pengikat harga,” meski tidak ada bukti perjanjian jual beli resmi.
“Itu hanya inisiatif para makelar. H. Udin butuh uang untuk anaknya yang kuliah. Kami takut harga tanah naik, makanya kasih DP Rp.100 juta dulu,” kata Joyo di depan majelis hakim.
Ketika ditanya soal keterlibatannya dalam pengurusan uang, Joyo berulang kali menyatakan tidak tahu-menahu. Namun akhirnya mengakui bahwa ia menerima fee sebesar Rp.10 juta dari Zaenab, dan mengetahui bahwa Zaenab pernah mengklaim sebagai pembeli pertama tanah tersebut di hadapan Nagasaki.
Surat Tanah Dicabut, Lurah Kalijudan Bantah Kenal Notaris
Saksi mantan Lurah Kalijidan, Yongki Kusprianto Wibowo menjelaskan, surat riwayat tanah yang pernah ia diterbitkan telah dicabut karena ada warga yang melaporkan tanah tersebut adalah tanah Aset dan tengah dalam penyelidikan Kejaksaan.
Saksi Yongki juga menerangkan, bahwa tanah tersebut dalam buku kretek atau buku bote’an kelurahan atas nama H. Udin. Namun saksi Yongki Kusprianto, membantah mengenal Notaris Amrozi Johar dan menolak tudingan bahwa ia mengambil Kutipan Letter C yang disebut-sebut telah diserahkan kepada notaris tersebut.
Latar Belakang Perkara: Uang DP Gagal Transaksi
Perkara ini berawal pada Desember 2018, ketika pengusaha Nagasaki Widjaja berminat membeli sebidang tanah seluas 206 meter persegi di kawasan MERR, Jalan Kalijidan, Surabaya.
Dalam prosesnya, Nagasaki telah menyetorkan uang muka sebesar Rp.700 juta— Rp.500 juta untuk pemilik tanah H. Udin, dan Rp.200 juta kepada Zaenab Ernawati yang kini menjadi terdakwa.
Namun transaksi tersebut akhirnya dibatalkan, setelah diketahui bahwa status tanah tersebut diperuntukkan sebagai fasilitas umum (fasum), sehingga tidak dapat diperjualbelikan.(Har)
Ikuti Saluran Media Panjinusantara di aplikasi WhatsApp, Instagram, Facebook, Channel Youtube (Silahkan klik tulisan nama aplikasi)






