Panjinusantara, Surabaya – Pembangunan Kantor PT Bangun Usaha Mandiri (BUM) di wilayah Duku Karangan, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya, menuai polemik setelah perusahaan tersebut melakukan pembongkaran Gapura di Gang Golongan Duku Karangan.
Pembongkaran yang dilakukan pada Minggu (27/10/2024) ini dianggap sebagai langkah untuk memperlancar akses operasional, namun tindakan tersebut menimbulkan protes dari puluhan warga.
Puluhan warga RW 03 Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya, mendatangi kantor Camat, untuk meminta pertanggungjawaban karena (Resume) yang ditandatangani oleh Ketua RW 03, RT 02, Camat Wiyung, dan pimpinan PT BUM tidak di taati.
Padahal, dalam pertemuan terakhir di kantor Kecamatan, perwakilan yayasan, KR dan DR, menyatakan bahwa telah sepakat untuk tidak menggunakan akses jalan di Gang Golongan. Namun, pada Minggu dini hari, PT Bangun Usaha Mandiri tetap melakukan pembongkaran Gapura di gang tersebut.
Tindakan ini jelas melanggar hasil kesepakatan yang tertuang dalam resume rapat saat pertemuan terakhir pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Saat dikonfirmasi oleh awak media Panjinusantara.com terkait pembongkaran Gapura, Camat Wiyung Surabaya tidak memberikan respon, baik melalui telepon maupun pesan WhatsApp, seakan-akan menyembunyikan informasi kepada awak Media.
Baca Juga : Pengurusan SIM Wajib Melampirkan BPJS Mulai Tanggal 1 November 2024 Di Satpas Colombo Surabaya
Setelah menunggu selama 4 Jam, akhirnya Budiono selaku Camat Wiyung, mau menemui warga (aduan) dan menyampaikan bahwa Camat dan Lurah sudah berupaya memediasi, persoalan antara warga dengan PT Bangun Usaha Mandiri (BUM) serta seperangkat pengurus RT dan RW. Namun, hasilnya nihil dan tidak ada kesepakatan atau titik temu.
Kalau sudah seperti ini, maka warga serta Yayasan yang menolak pembongkaran Gapura Golongan, silahkan melanjutkan masalah ini ke jalur hukum.
“Silahkan melapor kepada kepolisian biar nanti ada proses Hukum dan biar tau, siapa yang salah dan siapa yang benar”, tegas Budiono, selaku Camat Wiyung.
Sementara Ketua Yayasan KR, yang tidak mengetahui pembongkaran Gapura Golongan tersebut merasa kecewa, karena pembangunan Gapura itu merupakan bagian dari sejarah di Duku Karangan hasil tukar guling dengan Benowo Pakal, serta banyak korban disitu.
“Rekan saya yang harus ditahan ada 10 orang, hingga proses kesepakatan dan terbangunlah Gapura Golongan, ada 7 gang yaitu gang 1 sampai 6 dan ke 7 Gang Golongan,” ujarnya.
“Saya merasa, RT dan RW itu melakukan kekonyolan karena tidak melibatkan warga dan yayasan serta melanggar (Resume) kesepakatan di Kecamatan, yang telah di sepakati bahwa pembangunan kantor PT Bangun Usaha Mandiri tidak menggunakan jalan Gang Golongan,” jelas KR.
Baca Juga : Hakim Vonis 7 Tahun Penjara Terhadap Yakuni Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur
Masih lanjut KR, “disini saya sebagai Ketua Yayasan, hanya memikirkan keselamatan anak – anak ketika belajar mengajar serta jangan sampai akses jalan utama warga di gang golongan terganggu karena operasional pekerjaan menggunakan jalan itu.” Sambungnya KR.
Di kesempatan yang sama, DR menambahkan, bahwa Gapura Golongan itu milik warga Duku Karangan, bukan milik RT maupun RW. Sedangkan kepentingan (BUM/Biru) di sini adalah memenuhi pembangunan dengan memperkecil biaya pembangunan Kantor tersebut.
Hal tersebut sudah tertuang pada Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK), bahwa pembangunan Kantor PT (BUM/Biru) menggunakan akses jalan Raya bukan Gang Golongan.
“Tentunya ini merupakan bentuk pemaksaan PT (BUM/Biru) untuk bisa menggunakan Gang Golongan agar biaya lebih ringan dari pada membongkar bangunan sayap sebelah Barat tentu biayanya jauh lebih tinggi, ini merupakan arogansi PT Bumi Usaha Mandiri yang membabi buta”, paparnya.
Masih DR, sosialisasi dengan warga ini belum tuntas, banyak klausul – klausul yang menguntungkan PT (BUM/Biru) tanpa memikirkan kemaslahatan jangka panjang.
Baca Juga : Muchlisin Safuan Kembali Kalah dalam Gugatan Perdata Yayasan Masjid Al-Ichlas
Bahkan pada rapat yang digelar Selasa, 22 Oktober 2024, sudah jelas acuan yang di sepakati adalah peraturan bukan kompensasi dalam Amdal Lalin dari Dinas Perhubungan PT BUM/Biru, tidak bisa menggunakan jalan Golongan tapi menggunakan jalan Raya.
Yang lebih disesalkan lagi, pembongkaran Gapura itu, Camat dan Lurah beserta warga tidak ada pemberitahuan. Bahkan kepolisian yang saat itu di beritahu tidak diperkenankan untuk mengawal proses pembongkaran, hingga Polisi tidak terlibat sama sekali pada pembongkaran tersebut.
“Ini jelas bentuk arogansi PT BUM/Biru untuk memuluskan rencananya dengan bekerja sama dengan RT dan RW”, lanjut DR.
Masih DR menambahkan, bahwa dia tidak mempersulit PT BUM/ Biru, silahkan melakukan pembangunan asal dengan memenuhi segala Peraturan yang telah di sepakati.
“Untuk itu, Gapura harus segera di bangun kembali sebelum Biru melaksanakan pembangunan Kantornya”, tutupnya.(Man/Tim/Red)
Ikuti Berita Online Terupdate: https://panjinusantara.com