Panjinusantara.com, Surabaya – Proses hukum dari kasus dugaan penganiayaan yang terjadi kepada advokat magang Matthew Gladden yang tengah ditangani oleh Polrestabes Surabaya mendapatkan dukungan dari puluhan pengurus dan juga anggota Indonesia Lawyer Shotting Club (ILSC).
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum ILSC Andry Ermawan usai melakukan silahturahmi dengan Wakapolrestabes Surabaya, AKBP Hartoyo, “kami apresiasi proses hukum yang saat ini tengah dalam proses penyelidikan oleh penyidik Jantanras, dan kasus ini juga jadi atensi Pak Wakapolres,” ucapnya di Mapolrestabes Surabaya, Kamis (30/6).
Andry meyakini jika jajaran Polrestabes Surabaya akan bekerja secara profesional dalam menuntaskan kasus penganiayaan yang dialami anggotanya di ILSC tersebut.
“Kami percayakan semua proses penegakan kasus ini kepada Polrestabes, kita tunggu saja hasil penyelidikannya yang saat ini sudah ada beberapa orang yang dimintai keterangan termasuk korban yaitu Matthew Gladden,” terangnya.
Menurut Andry, kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak main hakim sendiri, terlebih korbannya merupakan seorang advokat magang yang sedang menjalankan tugas profesinya.
“Semoga ini menjadi kasus yang pertama dan terakhir kalinya. Kedepannya tidak terjadi lagi kepada advokat yang sedang menjalankan profesinya,” tandasnya didampingi puluhan pengurus ILSC.
Untuk diketahui, kasus penganiyaan yang dialami advokat magang Matthew Gladden ini awalnya dilaporkan ke Polda Jatim, dengan tanda bukti laporan Nomor: TBL/B/321.01/VI/2022/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 15 Juni 2022. Namun dua kemudian, penanganan kasusnya dilimpahkan ke Polrestabes Surabaya.
Matthew Gladden merupakan advokat magang yang bekerja di Kantor Hukum Salawati dan Satria Ardyrespati. Peristiwa kekerasan fisik tersebut dialami Matthew Gladden ketika Kantor Hukumnya menerima surat kuasa dari Magdalena selaku Ketua Perhimpunan Pemilik Dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Ceritanya, saat itu ada sekelompok warga diduga akan melakukan ‘kudeta’ terhadap kepengurusan P3SRS yang dipimpin Magdalena dengan menggelar rapat tanpa seijin pengurus.
Kehadiran tim kuasa hukum P3SRS agar bisa ikut dalam rapat tersebut ditolak dan hingga akhirnya berujung pada kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh DVT, salah seorang penghuni Apartemen Purimas. (@Tim)