Warga Nelayan dan Masyarakat Pesisir Gelar Aksi Tolak Reklamasi di Depan Kantor PT Granting Jaya

Warga Nelayan dan Masyarakat Pesisir Gelar Aksi Tolak Reklamasi di Depan Kantor PT Granting Jaya
Foto : Ratusan warga nelayan dan masyarakat pesisir timur Surabaya, serta tokoh masyarakat dari Kecamatan Sukolilo, dan Kecamatan Bulak, gelar aksi protes menolak reklamasi dengan membawa poster bertuliskan "Tolak Reklamasi," dalam Proyek Strategis Nasional SWL di Depan Kantor PT Granting Jaya.

Panjinusantara, Surabaya – Ratusan warga nelayan dan masyarakat pesisir timur Surabaya, dari Kecamatan Sukolilo, dan Kecamatan Bulak, menggelar aksi protes menolak reklamasi dalam Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land (SWL).

Aksi ini berlangsung di depan gerbang Kenjeran Park, bertepatan dengan kegiatan sosialisasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diadakan oleh PT Granting Jaya, pengelola proyek tersebut.

Bacaan Lainnya

Warga Nelayan dan Masyarakat Pesisir Gelar Aksi Tolak Reklamasi di Depan Kantor PT Granting Jaya

Proyek tersebut direncanakan akan dibangun di atas lahan seluas 1.084,57 hektar di wilayah pesisir pantai Surabaya, Jawa Timur.

Dalam aksi protes ini, ratusan warga dengan tegas menyuarakan penolakan mereka terhadap proyek reklamasi melalui berbagai baliho, poster, dan spanduk. Salah satu poster yang diusung oleh para nelayan bertuliskan “Tolak Reklamasi,” menegaskan penolakan mereka terhadap proyek tersebut, Selasa (3/9/2024).

Warga Nelayan dan Masyarakat Pesisir Gelar Aksi Tolak Reklamasi di Depan Kantor PT Granting Jaya
Foto : Camat Bulak, Hudaya, S.STP. didampingi Kapolsek Kenjeran, Kompol Andrias, serta Danramil 0831/06 Kenjeran, Mayor Eko Wahyudi, S.E. saat berada di lokasi aksi.

Aksi ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat pesisir, terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan oleh proyek reklamasi terhadap mata pencaharian dan lingkungan mereka.

Baca Juga : Camat dan RW Tolak Reklamasi SWL, Pihak PT Granting Jaya Tak Komentar

Choirul Subekti, S.H. dari Biro Hukum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Surabaya, serta beberapa aktivis tahun 1998, turut hadir mendampingi warga pesisir pantai yang menolak proyek reklamasi tersebut.

Menurut Choirul Subekti, S.H. kehadiran mereka bertujuan untuk melindungi hak-hak nelayan tradisional dan nelayan budidaya, yang khawatir mata pencaharian mereka terancam oleh proyek reklamasi.

“Sementara itu nelayan hidupnya sulit, jangan dibuat tambah sulit, di Surabaya ini tidak ada reklamasi sudah banjir. Walikota, ITS sudah tak bisa meredakan banjir. Apalagi ada reklamasi,” tegas Choirul.

Choirul, juga mengungkapkan bahwa pihaknya berencana untuk melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) guna menolak proyek tersebut.

“Kita sepakat, sampai kapan pun reklamasi akan kita tolak dengan gugatan ke PTUN,” ungkap Choirul.

Choirul, menyatakan bahwa gugatan ini masih dalam perumusan oleh tim advokasi. Pihaknya khawatir ada gerakan masif yang memecah belah masyarakat.

“Ini masih dalam rumusan tim advokasi, khawatir ada pergerakan masif karena ada metode pemecahan belahan masyarakat yang tidak tahu. Demi menyelamatkan anak cucu proyek ini dua puluh tahun, kita semua sudah mati,” pungkasnya.

Baca Juga : Ratusan Warga Tolak Reklamasi dan Bubarkan Sosialisasi Amdal Proyek Nasional Surabaya Waterfront Land

Lebih mempertegas, senada dengan Choirul Subekti, S.H. , Budiyanto, SH. selaku tokoh masyarakat dari wilayah Tambak Wedi, Surabaya, juga menyuarakan penolakan terhadap reklamasi.

“Menolak Reklamasi, mana yang dinamakan reklamasi untuk warga nelayan pesisir pantai?. Kalau warga pesisir hari ini beraksi untuk menolak reklamasi, carikan solusi kalau memang reklamasi ini untuk warga,” tegas Budiyanto.

Ia menambahkan bahwa dampak reklamasi tidak hanya dirasakan oleh nelayan, tetapi juga oleh masyarakat sekitar, termasuk generasi mendatang yang mungkin tidak bisa menikmati sinar matahari pagi.

“Dengan adanya Reklamasi dampaknya pun bukan aja di warga nelayan, tetapi juga kewarga disekitarnya, karena anak cucu kita nanti sudah tidak bisa menikmati sinar matahari dipagi hari,” ucap Budiyanto.

Baca Juga : Ratusan Warga Tolak Reklamasi dan Bubarkan Sosialisasi Amdal Proyek Nasional Surabaya Waterfront Land

Sementara itu, Agung Pramono, dari PT Granting Jaya, menyampaikan bahwa sejak awal proyek itu memang sudah menuai pro dan kontra.

Menurutnya, bila ada persepektif masyarakat yang berbeda, akan disikapi secara bijaksana. Selaku pengelola proyek, pihaknya tetap menjalankan sesuai prosedur peraturan perundangan.

Ia menambahkan, bahwa saat ini tahapan Amdal. Langkah pertama tadi adalah sosialisasi yang dilakukan untuk wilayah pesisir yang ada diempat kecamatan, yakni Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Bulak, Kecamatan Rungkut, dan Kecamatan Mulyorejo.

“Habis tahapan kemarin kita melakukan PSN, begitu keluar perizinan pengelolaan wilayah lautnya, dan sekarang beranjak dalam proses amdal untuk reklamasi, nanti masih ada persyaratan yang harus kita penuhi,” papar Agung.

“Setiap perizinan memang pasti harus ada kajian akademis yang dilakukan. Masih ada master plane, kajian teknik, dan arus gelombang seperti waktu kita urus PSN,” ungkapnya.

Baca Juga : Pilkada 2024 di Surabaya Berpotensi Melawan Kotak Kosong, Tidak Ada Undang Undang Yang Melarang BerKampanye

Agung, menambahkan soal penolakan ini harus dilihat dalam prespektif yuridis. “Ini adalah keputusan. Penolakan ini adalah wujud bahwa ada beberapa hal yang perlu disinkronisasi dari pengelola dengan keinginan rakyat tadi,” tandasnya.

Ali Yusa, selaku Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur, mengatakan bahwa konsultasi publik dan sosialisasi AMDAL tak memiliki berita acara yang jelas. Ketika tak memiliki berita acara, maka konsultasi AMDAL dapat dinyatakan gagal.

“Ketika gagal, maka AMDAL tidak akan pernah ada. Konsultasi ditingkat provinsi, juga tidak pernah ada,” ujar Ali Yusa.

Penolakan tersebut juga tak sesuai dasar hukum, baik Peraturan Menteri (Permen) maupun Peraturan Daerah (Perda) di tingkat provinsi dan kota. Dasar hukum hanya mengacu pada peraturan presiden terkait dengan PSN.

“Saya pikir, presiden Jokowi harus segera mencabut perpres tentang pembangunan empat pulau reklamasi di Surabaya,” jelasnya.

Menurutnya pembangunan reklamasi empat pulau di Surabaya menjatuhkan empat nilai utama, yakni ecoligical system, social manage system, dan total economi value.

“Total economi value ini luar biasa. Saya ambil satu nilai, nilai rekreasi, nilai rekrasi di surabaya memcapai angka sekitar Rp2-3 triliun. Ini akan terambil pelaksaan kegiatan ini,” jelasnya.

Baca Juga : Direktur PT BAS Diperiksa Tippidum Mabes Polri, Dugaan Keterlibatan Gus Yani Bisa Pengaruhi Pilkada Gresik?

Tak luput dari pemilik wilayah, Camat Bulak, Hudaya, S.STP. didampingi Kapolsek Kenjeran, Kompol Andrias, serta Danramil 0831/06 Kenjeran, Mayor Eko Wahyudi, S.E. menyatakan bahwa pihaknya tidak mengikuti sosialisasi AMDAL yang diadakan pada siang hari tersebut.

Kehadiran mereka di lokasi aksi semata-mata untuk memenuhi permintaan masyarakat dan memastikan ketertiban serta keamanan di wilayah ini agar tetap terjaga.

“Kehadiran kami dilokasi aksi hanya kemauan masyarakat karena merasa ini wilayahnya, dan sekaligus memastikan agar tertib dan keamanan terjaga,” paparnya.

Menurut, M. Saihu, selaku RW 03, Nambangan Perak, mewakili warga nelayan dan RW se-Kecamatan Bulak, Surabaya, menolak keras dengan adanya Reklamasi.

“Karena proyek ini sebenarnya menyengsarakan rakyat. Salah satu dampak reklamasi, yaitu ruang tangkap nelayan menjadi sempit yang berpengaruh terhadap mata pencaharian warga kami sebagai nelayan. Mana yang dinamakan reklamasi untuk rakyat, yang ada hanya untuk penguasa”, tegasnya.(Har)

Ikuti Berita Online Terupdate: https://panjinusantara.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *